REPUBLIKA.CO.ID,Ini ada tujuh penyebab kenapa mutu pendidikan di Indonesia berkurang
1. Pembelajaran hanya pada buku paket
Di
indonesia telah berganti beberapa kurikulum dari KBK menjadi KTSP.
Hampir setiap menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang
baru. Namun adakah yang berbeda dari kondisi pembelajaran di
sekolah-sekolah? Tidak, karena pembelajaran di sekolah sejak zaman dulu
masih memakai kurikulum buku paket. Sejak era 60-70an, pembelajaran di
kelas tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Apapun kurikulumnya, guru
hanya mengenal buku paket. Materi dalam buku paketlah yang menjadi acuan
dan guru tidak mencari sumber referensi lain.
2. Mengajar Satu Arah
Metode
pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode
berceramah satu arah. Karena berceramah itu mudah dan ringan, tanpa
modal, tanpa tenaga, tanpa persiapan yang rumit. Metode ceramah menjadi
metode terbanyak yang dipakai guru karena memang hanya itulah metode
yang benar-benar dikuasai sebagain besar guru. Pernahkah guru mengajak
anak berkeliling sekolahnya untuk belajar ? Pernahkah guru membawa
siswanya melakukan percobaan di alam lingkungan sekitar ? Atau pernahkah
guru membawa seorang ilmuwan langsung datang di kelas untuk menjelaskan
profesinya?
3. Kurangnya Sarana Belajar
Sebenarnya,
perhatian pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang cukup. Masih
banyak sarana belajar di beberapa sekolah khususnya daerah, tertinggal
jauh dibandingkan sarana belajar di sekolah-sekolah yang berada di kota.
4. Aturan yang Mengikat
Ini
tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah seharusnya
memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya.
5. Guru tak Menanamkan Diskusi Dua Arah
Lihatlah
pembelajaran di ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan. Anak duduk
rapi, tangan dilipat di meja, mendengarkan guru menjelaskan. seolah-olah
Anak “Dipaksa” mendengar dan mendapatkan informasi sejak pagi sampai
siang, belum lagi ada sekolah yang menerapkan Full Days. Anak diajarkan
cara menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, sementara kompetensi
bertanya tak disentuh. Anak-anak dilatih sejak TK untuk diam saat guru
menerangkan, untuk mendengarkan guru. Akibatnya Siswa tidak dilatih
untuk bertanya. Siswa tidak dibiasakan bertanya, akibatnya siswa tidak
berani bertanya. Selesai mengajar, guru meminta anak untuk bertanya.
Heninglah suasana kelas. Yang bertanya biasanya anak-anak itu saja.
6. Metode Pertanyaan Terbuka tak Dipakai
Contoh
negara yang menggunakan pertanyaan terbuka adalah Finlandia. Dalam
setiap ujian, siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Guru
Indonesia belum siap menerapkan ini karena masih kesulitan membuat soal
terbuka.
7. Budaya Mencontek
Siswa menyontek itu biasa
terjadi. Tapi apakah kita tahu kalau "guru juga menyontek" ? Ini lebih
parah. Lihatlah tes-tes yang diikuti guru, tes pegawai negeri yang
diikuti guru, menyontek telah menjadi budaya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar