“
Semua anak berhak mendapat pendidikan tanpa terkecuali ” seharusnya kalimat itu
bukan hanya pemanis dalam peraturan negara kita tercinta ini. Kalimat sederhana
itu seharusnya mampu mengantarkan anak anak kolong jembatan merasakan
pendidikan dan menyelesaikannya. Namun meliihat kenyataan yang ada, aturan yang
begitu indah maknanya itu hanya menjadi sebuah pemanis dalam buku peraturan
negara tercinta. Mungkin kesadaran ibu kembar penggagas sekolah darurat
kartini, Sri Rosiati dan Sri Trianingsih patut diacungi jempol. Berawal dari
rasa miris melihat kehidupan kolong jembatan yang kumuh. Kedua ibu kembar ini
mendekatkan diri kepada mereka yang tinggal dikolong jembatan dan menyadari
akan kebutuhan pendidikan yang tak tersentuh.
Lapak lapak dibawah jembatan kawasan Pluit, Jakarta Utara adalah tempat yang dipilih oleh kedua ibu kembar ini mewujudkan niat baiknya. Sejak tahun 1996, pasangan ibu kembar ini berinisiatif membangun sekolah darurat untuk anak anak yang tidak mampu di kawasan tersebut. Dengan modal dari kantung mereka sendiri, mereka memulai pengajaran. Tidak seperti sekolah formal pada umumnya sekolah darurat ini pada awalnya tidak mengajarkan materi materi sekolah formal, tapi disekolah darurat ini anak anak yang awalnya tidak mengenal dunia pendiidikan di ajak untuk menyukai belajar dimulai dari apa yang mereka suka. Melihat antusiiasme anak anak dalam pembelajaran mengetuk kembali hati kedua ibu kembar ini, untuk terus melanjutkan niat mereka memberikan pendidikan pada anak anak tidak mampu.
Hingga kini tahun 2013, Ibu kembar ini terus melanjutkan niat mereka memberikan pendidikan pada anak anak tidak mampu. Bahkan sekolah yang didirikan mereka kini, telah mampu mengikuti kurikulum formal sehingga telah mampu membawa para siswanya mengikuti UN, untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan penghidupan yang lebih baik. Walaupun pada kenyataannya mereka yang telah lulus dan telah mengenyam pendidikan dari sekolah darurat kartini ini, tidak juga mampu melanjutkan pendidikannya karena biaya yang terlalu tinggi dan kesadaran pemerintah yang tak juga sadar.
Bisa atau tidak anak anak kolong jembatan pluit ini, melanjutkan kembali sekolahnya mungkin adalah PR pemerintah kota Jakarta. Tapi setidaknya dengan usaha besar yang dilakukan ibu kembar Sri Rosiati dan Sri Trianingsih telah memperkenalkan anak anak kolong jembatan pada pendidikan. Sekolah sederhana yang dibangunnya mungkin tak bisa dibandingkan dengan sekolah sekolah formal lainnya di ibu kota Jakarta, tapi sekolah sederhana yang telah dibangun itu menjadi harapan kecil anak anak kolong jembatan mengenyam pendidikan, membangun harapan dan mimpi atas kehidupan yang lebih baik.
Lapak lapak dibawah jembatan kawasan Pluit, Jakarta Utara adalah tempat yang dipilih oleh kedua ibu kembar ini mewujudkan niat baiknya. Sejak tahun 1996, pasangan ibu kembar ini berinisiatif membangun sekolah darurat untuk anak anak yang tidak mampu di kawasan tersebut. Dengan modal dari kantung mereka sendiri, mereka memulai pengajaran. Tidak seperti sekolah formal pada umumnya sekolah darurat ini pada awalnya tidak mengajarkan materi materi sekolah formal, tapi disekolah darurat ini anak anak yang awalnya tidak mengenal dunia pendiidikan di ajak untuk menyukai belajar dimulai dari apa yang mereka suka. Melihat antusiiasme anak anak dalam pembelajaran mengetuk kembali hati kedua ibu kembar ini, untuk terus melanjutkan niat mereka memberikan pendidikan pada anak anak tidak mampu.
Hingga kini tahun 2013, Ibu kembar ini terus melanjutkan niat mereka memberikan pendidikan pada anak anak tidak mampu. Bahkan sekolah yang didirikan mereka kini, telah mampu mengikuti kurikulum formal sehingga telah mampu membawa para siswanya mengikuti UN, untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan penghidupan yang lebih baik. Walaupun pada kenyataannya mereka yang telah lulus dan telah mengenyam pendidikan dari sekolah darurat kartini ini, tidak juga mampu melanjutkan pendidikannya karena biaya yang terlalu tinggi dan kesadaran pemerintah yang tak juga sadar.
Bisa atau tidak anak anak kolong jembatan pluit ini, melanjutkan kembali sekolahnya mungkin adalah PR pemerintah kota Jakarta. Tapi setidaknya dengan usaha besar yang dilakukan ibu kembar Sri Rosiati dan Sri Trianingsih telah memperkenalkan anak anak kolong jembatan pada pendidikan. Sekolah sederhana yang dibangunnya mungkin tak bisa dibandingkan dengan sekolah sekolah formal lainnya di ibu kota Jakarta, tapi sekolah sederhana yang telah dibangun itu menjadi harapan kecil anak anak kolong jembatan mengenyam pendidikan, membangun harapan dan mimpi atas kehidupan yang lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar